Tidak sedikit dari kita saat
sekolah punya ketakutan terhadap pelajaran matematika.
Studi baru yang diterbitkan
di jurnal Neuroscience meneliti anak-anak dengan kecemasan terhadap matematika
dan menemukan les dapat mengubah sirkuit ketakutan di otak mereka.
Menariknya, perubahan ini
bukan karena peningkatan kemampuan matematika. Kecemasan tak berpengaruh pada
kinerja menurut studi ini.
Tak ada perbedaan antara
bagaimana kinerja anak dengan kecemasan tinggi atau rendah sebelum dan setelah
les.
"Kita sekarang dapat
mengatakan perbedaan-perbedaan ini tidak benar-benar terkait dengan perbedaan
kinerja," kata profesor psikiatri dan ilmu perilaku dari Stanford
University School of Medicine sekaligus ilmuwan penelitian ini, Vinod Menon, seperti
dikutip dari Time.com.
"Tetapi perbedaan itu
ada hubungannya dengan kecemasan yang memberi informasi mekanisme cara
kerjanya," katanya.
Antara 17%-30% anak usia SD
dan SMP di AS memiliki ketakutan terhadap matematika. "Menyemplungkan
anak-anak ini ke hal yang mereka takuti seperti matematika sama dengan memberi
terapi eksposur," kata Menon.
Seperti halnya mengenalkan
ular atau laba-laba kepada orang yang takut, sehingga lama kelamaan menjadi
kurang takut.
Hipotesa mereka, anak yang
takut matematika dapat menuai manfaat dengan lebih banyak menggelutinya.
Untuk menguji hipotesa itu,
mereka meneliti anak kelas tiga dan mengukur kadar kecemasan matematika dengan
kuesioner.
Mereka dibagi menjadi dua
kelompok: anak dengan kecemasan tinggi dan rendah.
Anak-anak kemudian dipindai
otaknya ketika menyelesaikan soal matematika, membuka perbedaan kunci antara
kedua kelompok.
Anak-anak dengan kecemasan
tinggi menunjukkan kadar aktivasi lebihi tinggi pada amigdala, daerah di otak
yang bertanggung jawab untuk memproses stimuli ketakutan dan emosi.
Aktivasi meningkat di area
ini terlihat pada orang dengan penyakit kecemasan dan fobia.
Anak-anak kemudian diberi
les privat matematika tiga kali seminggu, di mana mereka terpapar banyak sekali
soal matematika, dibantu melewati kesulitan dan didukung oleh guru les.
Delapan minggu kemudian,
kedua kelompok mengalami perbaikan kinerja matematika dengan kadar yang sama.
Tetapi kelompok dengan
kecemasan matematika menunjukkan perubahan besar ketika peneliti memindai otak
di akhir penelitian.
Bagian amigdala yang
sebelumnya aktif kini terlihat seperti otak anak yang tidak punya ketakutan
matematika.
"Paparan berulang dapat
membuat anak merasa lebih dapat mengontrol situasi yang melibatkan penyelesaian
soal matematika, dengan demikian menurunkan ketakutan mereka," katanya.
Belum diketahui seberapa
lama perubahan otak ini akan bertahan, apakah les juga membantu menerapi jenis
ketakutan lain atau apakah les itu dapat diberikan manusia atau komputer.
"Bagaimana kita dapat
membuatnya berlaku di kelas dan di luar kelas? Ini masih menjadi pertanyaan
terbuka," kata Menon. Dengan mencari tahu dengan tepat efek paparan
matematika pada otak yang cemas, Menon dan rekan-rekannya mendemonstrasikan apa
yang mungkin terjadi.
sumber : palembang.tribunnews.com