Purwanto (55) hampir selesai
membaca Surat Ali Imran saat gerimis mulai membasahi bagian dalam Masjidil
Haram, Jumat (11/9/2015) sore.
Tak ingin Alquran yang ia
baca basah, ia memutuskan beranjak dari tempat duduknya di dekat Kabah.
Purwanto lalu mencari tempat berteduh.
Baru sepuluh langkah
berjalan, tiba-tiba, suara ledakan disertai jeritan histeris dan suara petir
yang menggelegar, menyeruak di belakangnya. Ketika Purwanto menengok, sebuah
potongan besi telah teronggok di antara mayat-mayat, dan orang-orang yang
berlarian tak tentu arah.
"Besi itu membentur
tiang di lantai dua. Mental lagi ke bawah sampai menghancurkan lantai marmer di
lantai satu. Masyaallah, itu tepat di tempat saya duduk (saat membaca
Alquran)," kata Purwanto, yang merupakan jemaah haji asal Lampung, Minggu
(13/9/2015).
Besi jatuh tersebut
merupakan bagian dari alat berat (crane) di luar Masjidil Haram, yang tersungkur
menimpa Masjidil Haram. Setelah crane membentur tiang, Purwanto menuturkan, ada
bagiannya sebesar mobil jeep yang patah, lalu menghujam ke bawah.
"Saya menangis saat
itu. Saya masih menggendong Alquran. Ya Allah, saya selamat karena Alquran.
Seandainya saya tidak pegang Alquran, saya tidak tahu lagi," kenang Kepala
Dinas Pasar dan Perdagangan Metro itu.
Sepuluh menit berlalu,
Purwanto masih terpaku di tempatnya berdiri. Ia hanya melihat bongkahan besi di
depannya tanpa mampu memperhatikan keadaan sekitar. Purwanto mengaku sangat
terkejut, dengan kejadian yang datang tiba-tiba itu.
"Di sebelah saya, ada
dua orang Iran. Saya ajak ke pinggir karena hujan. Tetapi, mereka malah
berdoa," tutur Purwanto.
Setelah bisa menenangkan
diri, Purwanto mulai memperhatikan kondisi sekitarnya. Ia pun bermaksud
mengabadikan peristiwa tersebut. Tetapi, hal itu urung ia lakukan.
"Saya tadinya mau foto,
tetapi tidak berani. Banyak orang foto-foto dimarahi. Saya baru mau angkat
kamera, dibentak juga sama orang-orang situ. Mereka bilang, dalam bahasa
mereka, berdoa. Banyak orang langsung berdoa di sana. Saya pun ikut
berdoa," papar Purwanto.
Sejak tiba di Madinah,
Purwanto sudah rutin membaca Alquran. Bahkan selama delapan hari di kota nabi
tersebut, ia hampir khatam Alquran dua kali. Menurut Purwanto, ia memang
memiliki tekad untuk membaca 100 halaman Alquran per hari, selama melaksanakan
ibadah haji.
Setiba di Mekkah, Purwanto
masih rutin melaksanakan kegiatannya membaca Alquran. Sampai akhirnya, seorang
temannya menegur.
"Pak Pur baca Alquran
terus, kata teman saya. Akhirnya, saya kurangi. Mungkin, (lewat peristiwa itu)
saya juga diingatkan untuk tidak memaksakan kehendak," jelas Purwanto.
Satu Jam Rapi
Sekitar setengah jam setelah
peristiwa tersebut, Purwanto menerangkan, kondisi di lokasi kejadian mulai
tenang. Petugas pun tampak sigap melakukan evakuasi.
"Besi diangkat pakai
katrol. Korban dibawa dengan tandu. Mungkin karena keterbatasan tandu, ada
korban yang dibawa pakai kursi roda. Petugas sepertinya menyelamatkan para
korban yang masih hidup terlebih dahulu," ucap Purwanto.
Tak lama berselang, beberapa
unit ambulans masuk ke dalam Masjidil Haram. Di lokasi kejadian, Purwanto
memaparkan, ambulans mengangkut korban-korban yang sudah meninggal. Evakuasi
korban terus berlangsung hingga menjelang salat Isya.
"Setelah kejadian, saya
salat Magrib dan Isya di tempat Sa'i lantai dua. Setelah Isya, saya kembali
turun untuk melihat kondisi. Ternyata sudah rapi. Dari peristiwa, itu sekitar
satu jam," urai Purwanto.
Di lokasi peristiwa,
Purwanto menerangkan, tak ada lagi mayat maupun korban luka. Bahkan, keramik yang
hancur telah kembali mulus seperti semula.
"Tinggal 1-2 orang
korban luka ringan. Sama, kerusakan di tembok yang terbentur besi. Sisanya
sudah rapi, seperti tidak terjadi apa-apa," ungkap Purwanto.
sumber : tribunnews.com