Apa hukum menghadiahkan
bacaan al-Fatihah kepada mayit? Apakah pahalanya sampai?
Jawaban:
Bismillah was shalatu was
salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Sebelumnya kita perlu
memahami bahwa ditinjau dari bentuk pengorbanan hamba, ibadah dibagi menjadi 3,
Pertama, ibadah murni
badaniyah,
itulah semua ibadah yang modal utamanya gerakan fisik.
Seperti shalat, puasa,
dzikir, adzan, membaca al-Quran, dst.
Kedua, ibadah murni maliyah.
Semua ibadah yang pengorbanan utamanya harta.
Seperti zakat, infaq,
sedekah, dst.
Ketiga, ibadah badaniyah
maliyah.
Gabungan antara ibadah fisik dan harta sebagai pendukung utamanya.
Seperti jihad, haji atau umrah.
Ulama sepakat bahwa semua
ibadah yang bisa diwakilkan, seperti ibadah maliyah atau yang dominan maliyah,
seperti sedekah, atau haji, atau ibadah yang ditegaskan bisa diwakilkan,
seperti puasa, maka semua bisa dihadiahkan kepada mayit.
Imam Zakariya al-Anshari
mengatakan,
وينفعه أي الميت من وارث وغيره
صدقة ودعاء، بالإجماع وغيره
Sedekah atau doa baik dari
ahli waris maupun yang lainnya, bisa bermanfaat bagi mayit dengan sepakat
ulama. (Fathul Wahhab, 2/31).
Keterangan lain disampaikan
Ibnu Qudamah,
أما الدعاء والاستغفار والصدقة
وقضاء الدين وأداء الواجبات فلا نعلم فيه خلافاً إذا كانت الواجبات مما يدخله النيابة
Doa, istighfar, sedekah,
melunasi utang, menunaikan kewajiban (yang belum terlaksana), bisa sampai
kepada mayit. Kami tidak tahu adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama,
apabila kewajiban itu bisa diwakilkan. (as-Syarhul Kabir, 2/425).
Sementara itu, ulama berbeda
pendapat untuk hukum mengirim pahala ibadah yang tidak bisa diwakilkan kepada
mayit, seperti bacaan al-Quran. Kita akan sebutkan secara ringkas,
Pertama, madzhab hanafi
Ulama hanafiyah menegaskan
bahwa mengirim pahala bacaan al-Quran kepada mayit hukum dibolehkan. Pahalanya
sampai kepada mayit, dan bisa bermanfaat bagi mayit. Dalam
Imam Ibnu Abil Izz – ulama
Hanafiyah – menuliskan,
إن الثواب حق العامل، فإذا وهبه
لأخيه المسلم لم يمنع من ذلك، كما لم يمنع من هبة ماله له في حياته، وإبرائه له منه
بعد وفاته. وقد نبه الشارع بوصول ثواب الصوم على وصول ثواب القراءة ونحوها من العبادات
البدنية
Sesungguhnya pahala adalah
hak orang yang beramal. Ketika dia hibahkan pahala itu kepada saudaranya sesama
muslim, tidak jadi masalah. Sebagaimana dia boleh menghibahkan hartanya kepada
orang lain ketika masih hidup. Atau membebaskan tanggungan temannya muslim,
yang telah meninggal.
Syariat telah menjelaskan
pahala puasa bisa sampai kepada mayit, yang itu mengisyaratkan sampainya pahala
bacaan al-Quran, atau ibadah badaniyah lainnya. (Syarh Aqidah Thahawiyah,
1/300).
Kedua, madzhab Malikiyah
Imam Malik menegaskan, bahwa
menghadiahkan pahala amal kepada mayit hukumnya dilarang dan pahalanya tidak
sampai, dan tidak bermanfaat bagi mayit. Sementara sebagian ulama malikiyah
membolehkan dan pahalanya bisa bermanfaat bagi mayit.
Dalam Minah al-Jalil,
al-Qarrafi membagi ibadah menjadi tiga,
Ibadah yang pahala dan
manfaatnya dibatasi oleh Allah, hanya berlaku untuk pemiliknya. Dan Allah tidak
menjadikannya bisa dipindahkan atau dihadiahkan kepada orang lain. Seperti
iman, atau tauhid.
Ibadah yang disepakati ulama,
pahalanya bisa dipindahkan dan dihadiahkan kepada orang lain, seperti ibadah
maliyah.
Ibadah yang diperselisihkan
ulama, apakah pahalanya bisa dihadiahkan kepada mayit ataukan tidak? Seperti
bacaa al-Quran. Imam Malik dan Imam Syafii melarangnya. (Minan al-Jalil,
1/509).
Selanjutnya al-Qarrafi
menyebutkan dirinya lebih menguatkan pendapat yang membolehkan. Beliau
menyatakan,
فينبغي للإنسان أن لا يتركه، فلعل
الحق هو الوصول، فإنه مغيب
Selayaknya orang tidak
meninggalkannya. Bisa jadi yang benar, pahala itu sampai. Karena ini masalah
ghaib. (Minan al-Jalil, 7/499).
Ada juga ulama malikiyah
yang berpendapat bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Hanya saja, ketika
yang hidup membaca al-Quran di dekat mayit atau di kuburan, maka mayit mendapatkan pahala mendengarkan bacaan
al-Quran. Namun pendapat ini ditolak al-Qarrafi karena mayit tidak bisa lagi
beramal. Karena kesempatan beramal telah putus (Inqitha’ at-Taklif). (Minan al-Jalil, 1/510).
Ketiga, Pendapat Syafiiyah
Pendapat yang masyhur dari
Imam as-Syafii bahwa beliau melarang menghadiahkan bacaan al-Quran kepada mayit
dan itu tidak sampai.
An-Nawawi mengatakan,
وأما قراءة القرآن، فالمشهور من
مذهب الشافعي، أنه لا يصل ثوابها إلى الميت، وقال بعض أصحابه: يصل ثوابها إلى الميت
Untuk bacaan al-Quran,
pendapat yang masyhur dalam madzhab as-Syafii, bahw aitu tidak sampai pahalanya
kepada mayit. Sementara sebagian ulama syafiiyah mengatakan, pahalanya sampai
kepada mayit. (Syarh Shahih Muslim, 1/90).
Salah satu ulama syafiiyah
yang sangat tegas menyatakan bahwa itu tidak sampai adalah al-Hafidz Ibnu
Katsir, penulis kitab tafsir.
Ketika menafsirkan firman
Allah di surat an-Najm,
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا
مَا سَعَى
“Bahwa manusia tidak akan
mendapatkan pahala kecuali dari apa yang telah dia amalkan.” (an-Najm: 39).
Kata Ibnu Katsir,
ومن وهذه الآية الكريمة استنبط
الشافعي، رحمه الله، ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى؛ لأنه ليس
من عملهم ولا كسبهم
“Dari ayat ini, Imam
as-Syafii – rahimahullah – dan ulama yang mengikuti beliau menyimpulkan, bahwa
menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Karena itu
bukan bagian dari amal mayit maupun hasil kerja mereka. (Tafsir Ibnu Katsir,
7/465).
Selanjutnya, Ibnu Katsir
menyebutkan beberapa dalil dan alasan yang mendukung pendapatnya.
Keempat, Pendapat Hambali
Dalam madzhab hambali, ada
dua pendapat. Sebagian ulama hambali membolehkan dan sebagian melarang,
sebagaimana yanng terjadi pada madzhan Malikiyah. Ada 3 pendapat ulama madzhab
hambali dalam hal ini,
Boleh menghadiahkan pahala
bacaan al-Quran kepada mayit dan itu bisa bermanfaat bagi mayit. Ini pendapat
yang mayhur dari Imam Ahmad.
Tidak boleh menghadiahkan
pahala bacaan al-Quran kepada mayit, meskipun jika ada orang yang mengirim
pahala, itu bisa sampai dan bermanfaat bagi mayit. Al-Buhuti menyebut, ini
pendapat mayoritas hambali.
Pahala tetap menjadi milik
pembaca (yang hidup), hanya saja, rahmat bisa sampai ke mayit.
Al-Buhuti mengatakan,
وقال الأكثر لا يصل إلى الميت
ثواب القراءة وإن ذلك لفاعله
Mayoritas hambali
mengatakan, pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit, dan itu milik
orang yang beramal. (Kasyaf al-Qana’, 2/147).
Sementara Ibnu Qudamah
mengatakan,
وأي قربة فعلها وجعل ثوابها للميت
المسلم نفعه ذلك
Ibadah apapun yang
dikerjakan dan pahalanya dihadiahkan untuk mayit yang muslim, maka dia bisa
mendapatkan manfaatnya. (as-Syarhul Kabir, 2/425).
Ibnu Qudamah juga
menyebutkan pendapat ketiga dalam madzhab hambali,
وقال بعضهم إذا قرئ القرآن عند
الميت أو اهدي إليه ثوابه كان الثواب لقارئه ويكون الميت كأنه حاضرها فترجى له الرحمة
Ada sebagian ulama hambali
mengatakan, jika seseorang membaca al-Quran di dekat mayit, atau menghadiahkan
pahala untuknya, maka pahala tetap menjadi milik yang membaca, sementara posisi
mayit seperti orang yang hadir di tempat bacaan al-Quran. Sehingga diharapkan
dia mendapat rahmat. (as-Syarhul Kabir, 2/426).
Menimbang Pendapat
Seperti yang disampaikan
al-Qarrafi, bahwa kajian masalah ini termasuk pembahasan masalah ghaib. Tidak
ada yang tahu sampainya pahala itu kepada mayit, selain Allah. Kecuali untuk
amal yang ditegaskan dalam dalil, bahwa itu bisa sampai kepada mayit, seperti
doa, permohonan ampunan, sedekah, bayar utang zakat, atau utang sesama
mannusia, haji, dan puasa.
Sementara bacaan al-Quran,
tidak ada dalil tegas tentang itu. Ulama yang membolehkan mengirimkan pahala
bacaan al-Quran kepada mayit mengqiyaskan (analogi) bacaan al-Quran dengan
puasa dan haji. Sehingga kita berharap pahala itu sampai, sebagaimana pahala
puasa bisa sampai.
Sementara ulama yang
melarang beralasan, itu ghaib dan tidak ada dalil. Jika itu bisa sampai, tentu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat akan sibuk mengirim pahala
bacaan al-Quran untuk keluaganya yang telah meninggal dunia.
Beberapa keluarga tercinta
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti Khadijah, Hamzah, Zainab bintu
Khuzaimah (istri beliau), semua putra beliau, Qosim, Ibrahim, Ruqayyah, Ummu
Kultsum, dan Zainab, mereka meninggal sebelum wafatnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Namun tidak dijumpai riwayat, beliau menghadiahkan pahala
bacaan al-Quran untuk mereka.
Saran
Melihat perbedaan pendapat
di kalangan ulama tentang masalah menghadiahkan pahala amal badaniyah kepada
mayit, kita bisa menegaskan bahwa masalah ini termasuk masalah ikhtilaf
ijtihadiyah fiqhiyah, dan bukan masalah aqidah manhajiyah (prinsip beragama).
Sehingga berlaku kaidah, siapa yang ijtihadnya benar maka dia mendapatkan dua
pahala dan siapa yang ijtihadnya salah, mendapat satu pahala.
Dari ‘Amru bin Al-‘Aash
radliyallaahu ‘anhu: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ
فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ
وَاحِدٌ.
“Apabila seorang hakim
menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan
apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu
pahala”. (HR. Bukhari 7352 & Muslim 4584)
Kaitannya dengan ini, ada
satu sikap yang perlu kita bangun, ketika kita bersinggungan dengan masalah
yang termasuk dalam ranah ijtihadiyah fiqhiyah, yaitu mengedepankan sikap
dewasa, toleransi dan tidak menjatuhkan vonis kesesatan. Baik yang berpendapat
boleh maupun yang berpendapat melarang.
Masing-masing boleh
menyampaikan pendapatnya berdasarkan alasan dan dalil yang mendukungnya.
Sekaligus mengkritik pendapat yang tidak sesuai dengannya. Sampai batas ini
dibolehkan.
Dan perlu dibedakan antara
mengkritik dengan menilai sesat orang yang lain pendapat. Dalam masalah
ijtihadiyah, mengkritik atau mengkritisi pendapat orang lain yang beda, selama
dalam koridor ilmiyah, diperbolehkan. Kita bisa lihat bagaiamana ulama yang
menyampaikan pendapatnya, beliau sekaligus mengkritik pendapat lain. Namun
tidak sampai menyesatkan tokoh yang pendapatnya berbeda dengannya.
Terkadang, orang yang kurang
dewasa, tidak siap dikritik, menganggap bahwa kritik pendapatnya sama dengan
menilai sesat dirinya. Dan ini tidak benar.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur
Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah)
sumber : konsultasisyariah