Pasien penyakit kronis
seperti kanker sering dikaitkan dengan stigma tertentu seperti tak bisa sembuh
atau dapat menularkan penyakitnya. Namun ternyata pasien gangguan mental juga
merasakan hal serupa, bahkan terkadang lebih parah.
Akibatnya mereka jadi enggan
berobat, tak mendapat akses pengobatan karena cenderung tak mau mengakui
kondisinya, atau malah dikucilkan oleh masyarakat. Bukannya sembuh, yang
bersangkutan bisa jadi malah makin 'sakit'.
Inilah saatnya mengubah
persepsi tersebut. Namun terlebih dahulu simak beberapa mitos yang keliru
tentang pasien gangguan mental, seperti halnya dikutip dari Huffington Post,
Selasa (7/9/2015).
1. Bisa menular
Pasien gangguan mental
biasanya mengalami spektrum emosi dengan kadar tertentu. Namun hal ini
sebenarnya dipicu oleh produk sampingan dari bahan kimia otak, yang diperparah
dengan faktor lain. Artinya segala sesuatu yang memicu gangguan mental umumnya
terjadi di otak, bukan dipicu oleh penularan virus maupun bakteri seperti
halnya flu.
2. Identik dengan kekerasan
Banyak orang menganggap
penyakit mental memicu seseorang untuk melakukan kekerasan. Padahal berdasarkan
hasil studi yang dilakukan pada tahun 2014 ditemukan bahwa mereka yang terkena
gangguan mental biasanya merupakan korban dari kekerasan atau kejahatan, bukan
pelakunya.
3. Tergolong penyakit langka
Mitos ini salah besar, sebab
satu dari empat orang di seluruh penjuru dunia akan mengalami gangguan mental
dalam satu titik hidupnya. Namun mungkin levelnya bermacam-macam, ada yang
ringan saja sehingga dapat diatasi dengan minum obat secara teratur, ada juga
yang sudah parah sehingga perlu direhabilitasi.
4. Hanya imajinasi
Di tengah masyarakat, masih
ada kepercayaan publik bahwa mereka yang mengalami ansietas atau depresi
sebenarnya bisa 'tenang atau sembuh dengan sendirinya', karena mereka bisa
memilih untuk kambuh atau tidak.
Padahal mereka juga
memperlihatkan gejala fisik seperti mereka yang depresi cenderung mengalami
perubahan selera makan, sakit kepala, dan gangguan cerna. Sedangkan mereka yang
mengidap ansietas, biasanya juga mengalami gangguan kardiovaskular, sakit
perut, atau kekebalan yang menurun.
5. Tidak bisa sembuh atau
dipulihkan
Gangguan jiwa yang diidap
satu orang pasti berbeda dengan yang lain, oleh karena itu pengobatannya juga
bervariasi, tergantung tingkat keparahan dan gejala yang diperlihatkan si
pasien. Tapi yang pasti, gangguan jiwa dapat disembuhkan.
6. Berakar dari masa kecil
yang tidak bahagia
Lingkungan di mana pasien
tinggal atau bagaimana dia dibesarkan memang memegang peranan penting dalam
memicu munculnya gangguan jiwa, tapi masih ada faktor lain yang ikut
berpengaruh. Dengan kata lain, orang yang masa kecilnya bahagia belum tentu
tidak berisiko mengidap ansietas, misalkan.
Sejumlah penelitian
mengungkap beberapa jenis gangguan jiwa bisa jadi diakibatkan oleh
ketidakseimbangan hormon dalam tubuh. Atau ambil contoh Seasonal Affective
Disorder, gangguan jiwa ini justru dipicu oleh perubahan musim.
7. Pasien gangguan jiwa
tidak bisa dibantu
Justru peranan keluarga dan
orang-orang terkasih, serta tetangga sekitar sangat besar artinya bagi
kesembuhan pasien dengan gangguan jiwa. Bahkan dari hasil studi yang dilakukan
di Amerika terbukti, dukungan sosial berdampak besar untuk mengatasi dan/atau
mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
sumber : detik.com